3
Posted on 12:03 PM by Brian and filed under
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mencicipi Darjeeling tea. Teh yang konon disebut sebagai salah satu teh terbaik di dunia. Darjeeling tea berasal dari nama suatu daerah yaitu Darjeeling region di West Bengal, India.

Saya menikmati Darjeeling tea ini di sebuah hotel di kota kami, pada suatu acara lab kami. Tehnya disajikan di dalam sebuah cangkir kecil bernuansa klasik. Sebagai teman disajikan pula gula dan cream. Aromanya sangat harum, wangi, tapi bukan seperti bau wangi melati. Tehnya berwarna coklat , karena memang teh ini merupakan salah satu jenis black tea. Ketika disruput rasa khas langsung menyebar di mulut. Rasanya hampir sama dengan rasa teh hitam yang lain, namun dengan rasa sepat yang pas. Yang lebih istimewa setelah kita minum ada sensasi rasa manis menyegarkan yang tertinggal di lidah.Sedaap!!!

Sebenarnya cita rasa teh-teh di negara kita tak kalah lezatnya dengan Darjeeling tea ini. Cuman menurut saya kemasan, cara penyajian, dan promosi yang kurang membuat teh-teh kita kurang dikenal di dunia. Gengsi ini sangat penting, karena walaupun kita mempunyai banyak teh yang sedap namun kalu tidak terkenal, orang juga agak enggan untuk meminumnya. Berbeda dengan teh yang sudah punya “merk dunia”, ada kebanggaan tersendiri ketika meminumnya (termasuk saya he2, bangga bisa minum Darjeeling tea walaupun mungkin teh negeri sendiri ada yang lebih enak).

Kalau boleh jujur, sebenarnya saya masih lebih suka teh-teh yang dijajakan di warung Hik (semacam warung kaki lima, wah jadi kangen nih ama warung Hiknya Pak Rame) di Solo. Teh yang dijual disini biasanya merupakan ramuan khusus dari berbagai macam teh asli Indonesia, bisa sampai lebih dari 7 macam teh diramu dengan resep rahasia. Hasilnya pun sungguh sempurna, teh yang kental, manis dan sepat. Perfect menurut lidah saya. Ya cuman itu teh-teh yang lezat ini hanya disajikan di warung sekelas kaki lima bukan di hotel-hotel berbintang. Coba kalau ramuan tadi dipatenkan, dikemas dalam kemasan berstandar internasional , trus dilabel nama teh Pak Rame dan diekspor (he..he...he....), siapa tahu bisa mendunia melebihi Darjeling tea. Dan orang-orang Indonesia akan bangga minum tehnya sendiri, teh Pak Rame yang telah bermerk dunia.

Bookmark and Share
Read more!
6
Posted on 10:44 AM by Brian and filed under
Setelah selesai makan siang, kamipun memulai acara jalan2. Pertama-tama kami berkeliling di Kyoto eki dan turun sampai ke lantai 2. Ternyata dari lantai 2 ini kami bisa melihat jelas Kyoto Tower salah satu simbol kota Kyoto. Oya hampir semua kota di Jepang mempunyai tower semisal Kyoto Tower, Hokkaido Tower, dan tentu saja yang paling terkenal yaitu Tokyo Tower.

Kyoto Tower ini merupakan menara pengamatan setinggi 131 meter dan mempunyai struktur seperti piring di puncaknya. Menara ini berdiri di atas Kyoto Tower Hotel sebuah hotel berbintang 3. Letak menara ini di seberang Kyoto Eki. Setelah puas melihat2 kami pun melanjutkan perjalanan. Tempat pertama yang akan kami tuju adalah Chion-in Temple. Dari stasiun kira2 15 menit perjalanan dengan mobil. Dari stasiun kita juga bisa naik bis ke Chion-in Temple ini, dan jangan khawatir di bis ada tulisan bahasa Inggrisnya jadi ga mungkin nyasar. Di sepanjang perjalanan banyak kami jumpai orang asing (he2 bukan kah saya juga orang asing). Maklumlah kyoto memang sangat terkenal,jadi banyak orang asing (alien begitu orang jepang menyebutnya) yang melancong atau pun berbinis di sini.

Setelah berhenti di pelataran parkir kami disambut dengan bangunan megah dari kayu berwarna hitam yang sungguh indah. Wow kirei (indah). Bangunan ini merupakan gerbang dari Chion-in Temple. San-mon Gate namanya dan dibangun pada tahun 1619. Setelah melewati pintu gerbang kamipun melewati jalan menanjak sekitar 500 meter sebelum akhirnya sampai di bangunan utamanya.

Bangunan utamanya dinamakan Mieido merupakan sebuah bangunan besar tempat sembahyang. Kami sempat masuk ke dalamnya dan menyaksikan ritual doa oleh para biksu, ruangan sembahyang sangat luas bahkan bisa dikatakan sebagian besar bangunan utama itu merupakan tempat sembahyang. Terdapat patung Budha besar berwarna kuning keemasan (mungkin berlapis emas). Suasana hening, hanya terdengar alunan doa-doa dan tentu saja bau dupa yang menyengat. Sayangnya kami tidak diperbolehkan mengambil gambar ruangan tsb. Setelah keluar dari ruang utama kami melihat-lihat ke sekitar kuil. Terdapat beberapa hal menarik dari bangunan utama ini yaitu di setiap ujung atapnya diukir dengan simbol tiga daun suci lambang dinasti Tokugawa. Trus adapula payung yang temangsang (tersangkut) di atap yang konon digunakan sebagai sarana memanggil hujan (he2 sempat celingukan mencari payung itu, ternyata berupa payung kertas berwarna coklat). Bangunan utama dikelilingi semacam emperan kayu, dan uniknya kayu2 tersebut bisa mengeluarkan suara2 kalu diinjak,fungsinya semacam alarm tanda ada penyusup,….canggih juga ya pemikirannya.Kuil ini pertama kali dibangun oleh Biksu Budha Genchi pada tahun 1183-1238 sebagai bentuk penghormatan kepada gurunya Hōnen pendiri sekte Jodo Shu. Kuil ini pernah terbakar habis pada tahun 1633 namun kemudian dibagun kembali oleh Tokugawa Shogun Iemitsu yang berkuasa pada tahun 1604-1651.
Di sekeliling bangunan utama terdapat 3 buah bangunan yang lebih kecil, yang konon di pakai sebagai ruang tamu. Ada pula kolam kecil yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon maple jepang (momiji). Pada saat kami datang daun2 momiji ini sudah berubah warna menjadi kuning dan merah yang sungguh mempesona mata.

Setelah puas melihat kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki……bersambung ke part 3

(NB: bagian-bagian yang ada unsur sejarahnya diambil dari wikipedia)

Bookmark and Share
Read more!
2
Posted on 12:10 AM by Brian and filed under
Ramen adalah mie dengan kuah dan daging. Ada dua jenis ramen, ramen babi dan ramen sapi. Yang membedakan keduanya hanyalah dagingnya, karena kuahnya biasanya merupakan campuran kaldu babi, sapi dan ayam. Sangat mudah untuk mencari ramen babi karena warungnya ada di mana-mana,yang sulit adalah mencari ramen sapi apalagi ramen sapi dengan kaldu yang hanya terbuat dari sapi.

Setelah mencari-cari akhirnya dapat info dari teman, ada sebuah warung ramen sapi dengan kaldu sapi. Walaupun warungnya agak jauh namun karena langkanya ramen sapi kamipun penasaran ingin mencobanya. Warungnya tidak terlalu besar, namun bersih dan nyaman. Pengunjungpun silih berganti berdatangan menandakan warung ini laris manis. Begitu masuk seperti biasa kami disambut dengan keramahan khas pelayan jepang yang mempersilakan kami masuk. Dua gelas air putih dingin segera disajikan sambil mempersilakan kami memilih pesanan dari buku menu yang tersedia.

Dari daftar menu tersedia 2 jenis ramen, babi dan sapi. Juga terdapat menu tambahan seperti karange (fried chicken), salad, cake, ice cream dsb. Kata teman kami tadi,walaupun ada 2 macam ramen, tetapi warung ini memasaknya secara terpisah antara babi dan sapi jadi tidak ada kontaminasi. Akhirnya kami pun memesan ramen sapi dan karange.
Tak sampai 10 menit,pesanan kami sudah datang. Ramennya disajikan dalam mangkok yang cukup besar. Aromanya sungguh membangkitkan selera, sangat sedap membuat kami menelan ludah beberapa kali tak sabar untuk menyantapnya. Ramennya sendiri terdiri dari mie, kecambah, irisan daun bawang, nori (rumput laut), daging sapi, telur rebus dan cabe merah utuh. Mienya begitu lembut dengan kekenyalan yang pas, kecambahnya renyah kriuk-kriuk, daging sapinya diiris tipis-tipis tidak alot begitu mudah untuk digigit dan tentu saja kuahnya yang begitu kental dan gurih, ditambah rasa irisan daun bawang yang segar, sungguh-sungguh nikmat luar biasa. Ummmmmaaai (enak sekali). Sruput, sruput, sruput ramenpun ludes dalam waktu sekejap.
Karangenya juga tak kalah lezatnya, terdiri dari potongan-potongan daging ayam tanpa tulang yang tidak terlalu besar, yang digoreng dengan tepung khusus untuk karange,sangat renyah,bumbunya begitu gurih meresap dan dipadu dengan irisan kol, daun salada dan salad dressing. Sekali lagi ummmaai.
Lidah kami pun benar-benar dimanja oleh cita rasa ramen dan karangenya.Walaupun harganya agak mahal (hampir dua kali lipat ramen babi), akhirnya kesampaian juga makan ramen sapi, benar-benar sebanding dengan kelezatannya.
Bookmark and Share
Read more!
4
Posted on 9:03 PM by Brian and filed under
Sebulanan yang lalu saya beserta istri berkesempatan untuk jalan-jalan ke Kyoto. Kyoto adalah ibukota lama kekaisaran Jepang, sekarang Kyoto merupakan ibukota perfecture (provinsi) Kyoto. Sebelumnya, saya hanya mendengar tentang Kyoto dari cerita teman-teman satu departemen dan dari Profesor pembimbing saya. Kata Prof saya, saya harus mengunjungi Kyoto, belum lengkap rasanya berada di Jepang tanpa mengunjungi Kyoto, kota terindah di Jepang.


Kata beliau Kyoto adalah kota seribu kuil karena saking banyaknya kuil-kuil yang ada di Kyoto, baik kuil agama Budha maupun Shinto. Kyoto sangat indah terutama di musim
gugur,ketika daun-daun sudah berubah warna menjadi kuning dan merah,penuh warna-warni.

Kebetulan sekali teman-teman satu lab istri saya punya rencana untuk refreshing ke Kyoto setelah jenuh sehari-hari berkutat dengan penelitian. Klop deh, kami dapat tebengan. Hari itu hari Minggu pagi jam 9 teng (janjian sama orang jepang benar-benar tepat waktu,tidak lebih dan tidak kurang) kami berangkat dari lab istri saya. Kami berlima naik mobil teman istri saya, dari kota kami jarak Kyoto sekitar 300 km. Walaupun jaraknya cukup jauh, namun waktu tempuh hanya sekitar 4 jam. Maklum lah ga ada macet, dan selama perjalanan kami melewati highway. Ohya di jepang jalanan penghubung antar kota biasanya merupakan jalan bebas hambatan dengan kondisi jalan yang begitu mulus dan jauh dari keramaian kota. Hebatnya lagi kami menjumpai banyak terowongan-terowongan (tunel) yang menembus pegunungan disepanjang highway tadi. Bahkan ada satu tunel sepanjang 4 km menembus salah satu pegunungan, hhhm saya tidak bisa membayangkan bagaimana proses pembangunan tunel tsb, melubangi gunung untuk dibuat terowongan. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan daun warna-warni sungguh menawan,bachiri (perfect).
Akhirnya kami sampai di Kyoto sekitar pukul satu siang. Panggilan alam membuat kami memutuskan untuk mencari tempat makan. Teman kami membawa kami ke Kyoto Eki (stasiun). Kenapa stasiun? Jangan dibayangkan stasiun di jepang seperti stasiun-stasiun di Indonesia yang biasanya terkesan kotor dan kurang aman karena banyak preman (pengalaman pribadi), stasiun di jepang rata-rata tertata dengan rapi, bersih, aman, dan nyaman. Satu hal yang menarik adalah stasiun kereta api dan stasiun bis biasanya menjadi satu dan terletak di pusat kota, sehingga sangat memudahkan akses penumpang yang mau berganti naek kereta maupun bis baek dalam kota maupun antar kota, tata ruang kota benar2 sudah direncanakan dengan matang. Hhhm berbeda sekali dengan di negara kita, stasiunnya keretanya di satu ujung,terminal bisnya di ujung laen,repot dan membingungkan.
Kembali ke Kyoto Eki, stasiun ini sangatlah besar, berlantai 11. Stasiun ini jauh dari kesan sebuah stasiun kereta dan bis. Selain berfungsi sebagai stasiun di lantai dasar, stasiun ini juga merupakan pusat perbelanjaan 11 lantai. Berbagai macam barang ada di sini, bahkan ada supermarketnya. Puluhan tenant2 terkemuka seperti Louis Vuitton, Gucci, Coach, Bvlgari dll serta tenant2 local ada disini. Adapula istana makanan di lantai 11,nah disinilah kami makan siang (cerita tentang makanan yang kami makan lain kali akan saya ceritakan tersendiri di bagian kuliner). Setalah kenyang makan siang, petualangan kami pun dimulai…..
Bersambung……..


Bookmark and Share
Read more!
6
Posted on 1:32 AM by Brian and filed under
Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi saya. Alhamdulillah, akhirnya Allah mengabulkan doa saya. Pagi ini ketika mengecek account submission paper saya,saya mendapati item “under review” telah kosong dan item “submission with decision” telah bertambah 1. Yaa setelah 3 bulan lamanya saya selalu mendapati status “under review”. Dengan perasaan berdebar-debar tak karuan saya beranikan untuk membuka item “submission with decision” tersebut. Saya tidak menyangka sama sekali disitu tertulis accepted. Trus saya baca acceptance letter tersebut, dan saya dapati paper saya benar-benar diterima. Benar-benar suatu kejutan, mengingat sudah dua kali paper saya di reject.

Paper saya diterima dua tahun semenjak penelitian ini saya mulai. Ya, membuat paper tidaklah mudah, bukan sulap bukan sihir. Untuk membuat sebuah paper yang layak publish di jurnal international diperlukan perjuangan yang tak kenal lelah. Banyak hal yang dikorbankan, pikiran,waktu, tenaga, dan tentu saja dana yang tidak sedikit jumlahnya. Semenjak mulai merancang rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, pengolahan data dan penulisan paper itu sendiri mempunyai rintangan dan hambatan masing-masing. Apalagi penelitian yang bersifat eksplorasi.

Pernah saya terpikir untuk menyerah dan berhenti melakukan penelitian ini karena selama hampir 5 bulan tanpa hasil apa2. Stres? sudah pasti ,apalagi tiap bulan saya diwajibkan memberikan laporan hasil penelitian kepada Prof saya. Saya hanya bisa terus mencoba,mencoba, dan mencoba serta terus berdoa. Untunglah saya terus mendapat dukungan dari calon istri saya (belum menikah waktu itu he2),orang tua dan juga sahabat saya.Maklumlah untuk dapat lulus saya minimal harus dapat publikasi di jurnal international 2 kali, satu sebagai first author dan satu sebagai co-author.

Akhirnya titik balik itu tiba, seperti Archimedes yang menemukan hukumnya saat mandi, eurika….eurika (dimirip-miripin he2), tiba-tiba dalam perjalanan saya pulang untuk menikah, terbersit sebuah ide, ketika saya melamun di dalam pesawat sambil memandangi awan. Sekembalinya di lab saya langsung mencoba ide tersebut dan Subhanallah berhasil dengan baik. Singkat cerita saya dapat data bagus dan penelitian dianggap selesai, tepat 1 tahun semenjak dimulai. Tak terhitung mungkin lebih dari 100 kali saya mencoba dan mencoba sampai berhasil. Aaah itu belum seberapa, Prof saya bilang dulu dia pernah mencoba 1000 kali sampai akhirnya beliau dapat data bagus.

Sudah selesaikah penelitian, ternyata jalan masih jauh, menulis paper memerlukan teknik tersendiri. HHmm maklumlah belum ada bayangan sebelumnya. Pertama saya cari di Pubmed paper2 yang kira2 ada kaitannya dengan penelitian saya, termasuk review. Dari review inilah kita mendapatkan gambaran sampai sejauh mana perkembangan penelitian di bidang terntentu.Trus saya baca paper2 tsb satu persatu, saya cari paper mana yang kira2 bisa saya jadikan referensi,termasuk mencari siapa pakar di bidang penelitian saya untuk dijadikan rujukan. Dan hal yang paling sulit adalah menulis itu sendiri. Seringkali saya tidak mendapatkan ide apa yang harus saya tulis. Seharian hanya memandangi halaman yang masih kosong terus. Tapi saya paksakan untuk menulis, walaupun kadang dihapus lagi he2. Yang penting terus menulis,menulis,dan menulis. Akhirnya setelah 2 bulan paper saya siap disubmit ke sebuah jurnal.

Ternyata mensubmit ke sebuah jurnal juga ada seninya tersendiri. Kita harus benar2 mematuhi aturan2 jurnal tersebut baik segi format tulisan, sampai tipe file gambar yang kita kirim.Kalau tidak siap2 saja paper kita direject langsung tanpa direview. Kata sebuah buku, tahap ini sangat penting, bahkan sama pentingnya dengan penelitian itu sendiri. Kesalahan pada tahap ini akan membuat penelitian kita yang berbulan-bulan lamanya menjadi tidak berarti. Menuruti nasehat Prof saya,paper saya ini saya submit ke jurnal dengan impact factor yang tinggi terlebih dulu baru kalu gagal dicoba ke level di bawahnnya. Kata beliau; siapa tahu diterima, toh kalaupun direject para reviewer pasti memberikan saran2 yang bisa kita pergunakan sebagai perbaikan untuk mensubmit ke jurnal level di bawahnya. Dan benar saja 2 kali saya direject (berarti 4 bulan terbuang) namun saya dapat masukan yang sangat berharga dari para reviewer tsb. Dan akhirnya di jurnal yang ketiga ini setelah 3 bulan direview paper saya diterima.

Banyak hikmah yang dapat saya ambil dari penelitian ini, dan yang terpenting adalah bahwa kita tidak boleh berhenti untuk berusaha dan berharap. Penelitian merupakan proses panjang.,bukan proses semalam jadi. Bangsa jepangpun bisa maju juga butuh proses yang panjang dan kerja keras tanpa kenal waktu, bukan produk instan. Semoga semangat ini bisa terus menginspirasi saya dan mengubah pola pikir prakmatis ala bangsa kita yang seringkali berorientasi pada hasil bukan proses, menginginkan hasil yang serba cepat dan instan seperti heboh “blue energy” beberapa waktu yang lalu.

Satu telah usai, yang lain sudah menunggu, never ending story he… he… he…
Bookmark and Share
Read more!
0
Posted on 10:37 PM by Brian and filed under
Setelah hampir 2 bulan mengejar deadline laporan,akhirnya tiba juga pada titik jenuh. Padahal deadline tinggal 4 hari lagi, maa ii ya istirahat sejenak menjernihkan mata dan pikiran. Mo chotto gambarimasu.


Bookmark and Share
Read more!
0
Posted on 2:57 PM by Brian and filed under
Radio adalah teman setia saya di saat saya sedang mengerjakan penelitian. Kadang penelitian saya harus saya selesaikan sampai malam nah karena yang ada di ruangan cuman radio ya saya dengerin daripada sepi. Seringkali di radio saya mendengar lagu jepang yang tidak seperti lagu2 jepang yang pernah saya dengarkan di Indonesia. Utada hikaru dengan hit “first lovenya” atau BoA dengan “Listen to my heartnya” terdengar lebih familiar di telinga saya.

Enka, begitu orang jepang menyebutnya. Menurut saya lagu ini cenderung melankolis dan cenderung sedih mendayu-dayu. Yang menarik adalah diperlukan teknik bernyanyi yang khusus untuk menyanyi Enka ini. Tidak semua penyanyi mampu menyanyi enka,hanya yang mempunyai teknik bernyanyi tinggi yang mampu, begitu kata teman saya.

Enka ini berkembang sejak masa Shōwa atau sekitar tahun 1926-1989. Enka berasal dari kata En演 yang berarti pertunjukan dan ka歌 yang berarti lagu. Tema yang diangkat biasanya tentang cinta, kesendirian, kehilangan, perjuangan hidup bahkan tentang kematian. Lebih cenderung ke klasik dan tradisional menurut saya,benar-benar bernuansa Jepang.

Enka ini cenderung popular di kalangan usia lanjut, selera tua begitu kata orang. Enka kurang popular di kalangan generasi muda dan kalah bersaing dengan J-pop.Namun akhir-akhir ini enka menjadi sedikit lebih populer dengan hadirnya penyanyi2 muda seperti Kiyoshi Hikawa dan Jero (seorang penyanyi enka kulit hitam asal amerika dengan gaya hip hop)
Pengin denger enka, yuk disimak
Kiyoshi Hikawa


Jero
Bookmark and Share
Read more!
0
Posted on 9:12 PM by Brian and filed under

Sekitar 1 minggu yang lalu kota kami dilanda gempa, tidak begitu besar memang sekitar 3,7 skala richter dan berlangsung selama 8 detikan. Walaupun tidak mengakibatkan kerusakan, namun cukup membuat kami khawatir. Ini adalah gempa yang pertama kali kami rasakan di jepang. Kekhawatiran kami kiranya cukup beralasan mengingat Jepang adalah negara langganan gempa seperti halnya negara kita. Teringat kembali gempa dahsyat yang melanda kobe tahun 1995. Gempa dengan kekuatan 7,2 skala Japan Meteorological Agency ini meluluh lantakan kobe dan menewaskan sekitar 6.000 korban.

Yang paling kami takutkan adalah kondisi apartemen kami yang dibangun sekitar 20 tahun yang lalu, yaa walaupun konstruksi di jepang tahan gempa namun dengan gempa sedahsyat itu siapa yang bisa menjamin tidak akan rontok juga. Sedikit diskusi dengan teman satu laboratorium saya (orang jepang) tentang apa yang harus kita lakukan ketika ada gempa. Ada beberapa hal yang menurut saya aneh, menurutnya ketika ada gempa kita sebaiknya tetap di dalam rumah, mematikan aliran gas, dan mencari perlindungan di bawah meja dengan tangan memegang erat kaki meja, tidak lucu kan kalau sudah berlindung di bawah meja trus tiba2 mejanya geser. Satu tempat lagi yang direkomendasikannya adalah kamar mandi, karena biasanya dinding kamar mandi terbuat dari bahan yang solid dan relatif lebih sempit daripada ruangan lainnya sehingga lebih kokoh. Masih menurut teman saya tadi, lari keluar rumah lebih berbahaya karena potensi tertimpa bangunan sekitar, tiang listrik, dan kabel2 listrik yang mungkin putus akibat gempa.

Hmmm sungguh berbeda ya dengan negara kita, kalau gempa ya lari keluar, kalau tidak ya bisa mati tertimpa bangunan he…he…he…. Mungkin karena bangunan di jepang terbuat dari kayu jadi sekalipun menimpa tidak sebegitu mematikan dibanding tertimpa bangunan beton di negara kita. Lagipula ketika terjadi gempa pikiran kita jadi kalut tidak terpikirkan untuk lari keluar, seperti yang kami alami hanya tertegun di tempat. Yah akhirnya saya ambil kesimpulan, di dalam rumah atau di luar rumah siapa yang tahu nasib kita, yang terpenting kita selalu berdoa agar diberi keselamatan. Ketika gempa menyapa ketika itu pula Allah mengingatkan kita betapa lemahnya manusia.

Bookmark and Share
Read more!